Gengsi atau Kualitas
|Judul di atas pasti membuat penasaran dan bingung. Mau ngomong apa sih sebenarnya? Lama sekali saya memendam perasaan ini. Toh saya bukan akademisi, bukan juga pakar psikologi ataupun pakar pendidikan. Tapi melihat fenomena zaman sekarang dan membaca beberapa artikel di berbagai sumber, geli rasanya saat membaca.
Ada beberapa pertanyaan yang ada dalam benak kepala saya.
- Apakah benar kualitas pendidikan zaman sekarang lebih baik dibanding zaman dulu?
- Apakah benar anak zaman sekarang lebih kreatif dibanding anak zaman dulu?
- Apakah benar orang tua zaman sekarang lebih mementingkan ego daripada berusaha memahami keinginan anak?
Huuuuu … tiga pertanyaan yang pastinya akan mengundang kontroversi. Bermacam-macam argumen tentunya melatar belakangi jawaban masing-masing individu.
Oke … tulisan ini sebenarnya hanya sebagai bentuk ‘curhat’ saja. Toh juga hanya sekedar tulisan. Tapi apa salahnya jika banyak yang mau berbagi lewat tulisan ini.

Flashback sedikit ke masa lampau, di mana masa kanak-kanak saya lebih banyak habis untuk ‘bermain’. Apakah kata bermain di sini mengandung makna konotasi. Tergantung bagaimana kita melihatnya. Istilah bermain zaman sekarang memang lebih banyak makna negatifnya dibanding positifnya. Bahkan sering kali saya mendengar orang tua menggertak anaknya, “Jangan bermain saja”. Ada yang salah dengan bermain? Lihat dulu …
Sewaktu kecil, jenis mainan memang tidak sebanyak sekarang. Bahkan boleh dibilang tidak ada. Sehingga mau tidak mau memaksa anak zaman dulu untuk “think creative“. Menciptakan berbagai mainan, pistol, mobil, rumah, dan masih banyak lagi jenis mainan yang dapat dibuat sendiri. Sedangkan sekarang, semua tinggal ambil, asal ada duwit mainan apapun dapat dimiliki. Itu adalah contoh kecil perbedaan anak zaman sekarang dan zaman dulu.
Lalu bagaimana dengan orang tua. Saya ingat sekali semasa kecil, jarang menjumpai orang tua yang sampai marah-marah memaksa anaknya untuk belajar. Kesadaran anak waktu itu cukup tinggi dalam hal belajar. Siapa yang salah?
Coba kita tarik benang merahnya. Kualitas gizi anak sekarang jelas beda jauh dengan anak zaman dulu. Segala kebutuhan nutrisi untuk anak dapat dengan mudah dipenuhi baik lewat susu formula atau makanan tambahan. Nah …. inilah yang perlu digaris bawahi. Jika dulu orang tua terutama ibu hanya mampu memberi ASI atau minuman dari beras merah, sekarang berbagai susu formula menghiasi toko besar dan kecil. Lebih parah lagi ASI tidak lagi dipandang sebagai nutrisi penting bagi anak/bayi. Menggunakan produk susu formula dengan kandungan ini itu dan harga yang tinggi menjadi sebuah ‘TREN’. Wowww … takut …. !!! Zaman modern gitu … Kalau gak pakai susu formula kurang ‘prestisius’. Berbagai dalil bagi para orang tua untuk mencari pembenaran. Praktis, nutrisi lebih tinggi, anak lebih cerdas, lebih cepat tumbuh, dan berbagai alasan lain menjadi alibi bagi sebagian besar orang tua. Artinya, anak-anak kita tidak ada bedanya dengan ayam petelur atau bahkan ayam potong. Semakin cepat ia tumbuh semakin cepat pula di ‘panen’ 😛 hehehehhe …
Saat ini orang tua teramat senang jika melihat anaknya baru usia balita sudah panda ini itu, tumbuh besar, dan aktif. Hati … hati … Buat saya pertumbuhan anak memang penting, tetapi bukan berarti mengorbankan segalanya.
Weleh … sudah panjang … bersambung aja deh .. Masih banyak curhat yang belum ketulis. Tunggu sambungan berikutnya.
Teruskan mas, ditunggu kelanjutannya, nanti saya mau review saja :D.
Beres boss. Pengen nulis lagi ini. Biasane nek lagi sregep pengen nulis ae soale. Nyari issue yang lagi hot nih.
Di perpus juga ada koq dis yang hot…..
bagus tu ceritanya, cuma sayang kaitkan lagi dengan 3 unsur biar lebih jelas !!!!!!!…..
Makasih kunjungannya. Sebenarnya masih panjang mas. Rencana juga mau dikaitkan. Tapi tulisan lanjutannya gak kelar-kelar. hehehehe .. maaf.